A Story Of Infinity Pool and Designing Fun Experience Seriously

Bisakah Efficiency bersinergi dengan Experience untuk pengguna dan pelanggan? Bisakah standarisasi proses dengan semua spesifikasi teknis yang ada dipadukan dengan visualisasi, suara, aroma atau hal lain sehingga sebuah proses bisnis bisa lebih impactful dan inovatif?

Pemikiran diatas menjadi inti dari buku yang sedang saya tulis saat ini. Semuanya berawal dari cerita dibawah ini…

“Saya membayangkan sebuah infinity pool. Sebuah obyek yang didominasi oleh layar tanpa ada gangguan dari tombol apapun. It’s all about how the users feel about the device. Tim kami mengimajinasikan bagaimana pengalaman orang saat obyek ini dipegang, bagaimana gadget ini digunakan dan nanti menjadi bagian dari kesenangan setiap orang. Saya membayangkan sesuatu yang smooth dan cool”

Cerita itu saya tulis ulang dari biografi Jony Ive karangan Leander Kahney tentang bagaimana tim desain Apple memulai konsep iPhone, sebuah produk yang sangat sukses hingga dinobatkan sebagai salah satu ikon abad ini. Perusahaan yang dikenal inovatif ini merancang sebuah produk tidak dimulai dengan spesifikasi teknis yang mereka punya, namun diawali dengan sebuah cerita. Mereka membayangkan experiences pengguna Apple lalu tim desain secara serius mulai memikirkan bagaimana menciptakan produk yang sangat menggoda penggunanya. Berulang kali, Jony Ive dalam buku itu menekankan bahwa ia selalu memulai sebuah proyek dengan menanyakan “what is the story of this product?”

Cerita dalam buku biografi Jony Ive itu sangat menggugah pikiran saya.

Saya bekerja selama lebih dari 18 tahun di bidang quality management dan business process improvement; pekerjaan saya adalah memperbaiki proses bisnis perusahaan-perusahaan di Indonesia, kebanyakan perusahaan multinasional. Pekerjaan saya adalah tentang efisiensi, membuat proses lebih simpel, lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah biasanya. Orang-orang seperti saya selalu berusaha memulai perbaikan dari apa yang kami sebut sebagai Voice of Customer. Sungguhpun demikian, saya selalu merasa ada yang kurang. Bertahun-tahun saya mencoba mencari jawabannya. What is missing in my journey to improve efficiency?

Kesuksesan Apple dan banyak perusahaan sukses lain di dekade ini, memberikan saya satu jawaban. I have been missing to include EXPERIENCE of users and customers.

Insight itu membawa kembali ingatan saya pada sebuah diskusi internal di perusahaan tempat saya bekerja sekitar tahun 2007 pada sebuah perusahaan keuangan yang merupakan bagian dari perusahaan multinasional terkemuka. Tim saya dari bagian Quality/Lean Six Sigma bekerja sama dengan tim Customer Service berusaha memperbaiki proses pelayanan nasabah dengan mencoba mempercepat waktu pelayanan dan membuat proses lebih simpel. Kami mencoba menganalisa dan melakukan perbaikan alur proses pelayanan nasabah dan bekerja sekeras mungkin untuk membuat logic flow di sistem layanan telepon tidak terlalu menyebalkan buat customer kami.

Walaupun pada umumnya manajemen cukup puas dengan hasilnya, ada sebuah komentar dari CEO yang saya ingat betul sampai sekarang,

“Walaupun proses pelayanan nasabah sekarang sudah lebih baik dan lebih cepat, namun saya lihat kalian terlalu fokus dengan hal teknis. Saya lihat kalian terlalu mekanistik dalam improvement ini. Coba dapatkan insight seperti yang pernah dipelopori oleh sebuah bank; ingat, satpam yang tadinya hanya berdiri kaku dengan wajah seram, sekarang bertransformasi menjadi orang pertama yang menyapa nasabah dengan ramah, membukakan pintu, sampai mengambilkan nomor antrian. Bukankah itu sebuah improvement yang luar biasa? Semua bank sekarang seperti itu. Bagaimana mereka bisa mendapatkan insight itu? Bagi saya itu sebuah inovasi luar biasa dalam proses layanan nasabah. Saya kira ini tugas tim ini berikutnya.”

Kami menindaklanjuti permintaan CEO saat itu dengan mencoba mengubah script dan cara pelayanan , namun saya tahu kami belum berusaha keras untuk mencapai yang diinginkan pimpinan kami.

Baru belakangan ini saya menyadari, ternyata selama ini dalam usaha saya memperbaiki proses bisnis, satu hal yang belum kami coba mengerti dengan baik adalah EXPERIENCE dari seorang pelanggan. Selama ini saya kebanyakan melihat user/customer sebagai sebuah angka statistik, atau pengguna yang pasif yang hanya menerima layanan kami tanpa banyak bertanya.

Selama itu saya hanya membayangkan a faceless customer

Sebuah pendekatan yang pelan-pelan mulai saya mulai perbaiki sejak mengenal dan mempelajari sedikit demi sedikit tentang Design Thinking.

Berdasarkan beberapa penerapan yang telah saya lakukan, saya mulai memdaukan Business Process dan prinsip-prinsip desain.

Memadukan Efficiency dan Experience.

Anda tertarik untuk kolaborasi?

By : Gede Manggala

Whoops, you're not connected to Mailchimp. You need to enter a valid Mailchimp API key.

Inquiry