Bagaimana Mempercayai Hasil Pengukuran Operator Anda?

Dalam setiap proses operasional dan produksi di suatu perusahaan terutama yang bergerak di bidang manufaktur pasti memiliki proses inspeksi yang melakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap proses ataupun produk yang dihasilkan. Proses inspeksi ini biasa dilakukan oleh operator atau inspector yang bekerja langsung di lapangan, baik oleh operator produksi itu sendiri ataupun oleh inspector QC. Operator dan inspector ini melakukan proses pemeriksaan dan pengukuran dengan mengacu pada drawing, Inspection Standard, dan pelatihan yang pernah didapat. Seorang atasan biasanya selalu mengandalkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh operator atau inspector-nya. Ketika hasil pengukuran menyatakan baik, maka atasan percaya bahwa produk tersebut baik. Sebaliknya ketika hasil pengukuran menyatakan hasilnya tidak baik, maka atasan pun percaya produk tersebut tidak baik. Namun pernahkan kita meragukan hasil pengukuran tersebut ? Bagaimana jika ternyata hasil pengukuran tersebut tidak benar ? Apa akibatnya ? Bisa terjadi kesalahan dalam proses pengukuran maka akibatnya adalah akan terjadi pula kesalahan pengambilan keputusan. Produk baik dinyatakan tidak baik, atau sebaliknya produk tidak baik dinyatakan baik.

Sehingga tidak jarang ditemukan complaint atau keluhan dari customer atau proses berikutnya terkait dengan kesalahan pengukuran. Seperti kasus-kasus berikut:

  • Pengukuran produk di perusahaan hasilnya berbeda.dengan pengukuran produk di Customer.
  • Pengukuran material di perusahaan hasilnya berbeda dengan pengukuran yang dilakukan oleh supplier
  • Suatu produk yang sudah dinyatakan reject oleh operator shift A kemudian dinyatakan OK oleh pemeriksaan yang dilakukan oleh operator shift berikutnya (shift B)

Kemudian timbul pertanyaan “Pengukuran siapa yang lebih benar ?”

Untuk memberi jawaban atas pertanyaan tersebut, maka harus dilakukan validasi system pengukuran. Suatu tools analisa untuk memvalidasi system Pengukuran ini disebut dengan Measurement System Analysis (MSA).

Tujuan MSA adalah memvalidasi sistem pengukuran yang dilakukan selalu menghasilkan data yang akurat pada setiap kali pengukuran dilakukan, oleh siapapun inspector-nya.

Perbedaan Kalibrasi dengan MSA

  • Kalibrasi subyeknya adalah alat ukur. Memastikan alat ukur yang digunakan memiliki akurasi yang baik.
  • MSA memiliki subyek sistem pengukuran, yang dikontribusikan oleh variasi pengukuran yang disebut SWIPE:
    • Standard, Variasi standard & metode yang digunakan oleh tiap operator yang melakukan pengukuran
    • Workpiece, Variasi dalam benda (benda lentur, tidak bulat sempurna, dll)
    • Instrument, Variasi dari instrument/alat ukur yang digunakan (ketepatan penggunaan alat ukur, kestabilan alat ukur, dll)
    • Person, Variasi kompetensi dari inspector
    • Environment, Variasi lingkungan kerja yang bisa mempengaruhi hasil pengukuran (berpengaruh pada koefisien muai / penyusutan benda, pencahayaan, dll)

Sebuah alat ukur yang akurat belum tentu menghasilkan data pengukuran yang akurat, misalnya seorang operator yang melakukan pengukuran menggunakan caliper yang akurat dan sudah terkalibrasi belum tentu memberikan hasil pengukuran dan keputusan yang benar.

  • Sudah benarkah metodenya?
  • Cocokkah caliper tersebut digunakan untuk mengukur benda kerja yang diukur?
  • Sudah terlatihkan si operator?
  • Apakah standard inspeksinya sudah jelas, titik mana yang diukur?
  • Apakah ada pengaruh lingkungan yang akan mempengaruhi hasil pengukuran?

Konsep Studi Measurement System Analysis (MSA)

Validasi Sistem Pengukuran berdasarkan studi MSA dibagi menjadi 2, antara lain:

  1. Pengukuran Variable, adalah pengukuran yang memberikan penunjukkan nominal angka pengukuran, seperti 29 cm, 1,25 kg, 3,5 liter, dll. Pengukuran ini biasanya dilakukan dengan menggunakan alat ukur variable juga seperti Caliper, Micrometer, Timbangan, dll. Untuk jenis pengukuran variable ini, parameter atau indikator yang menjadi acuan hasil nilai validasi adalah nilai persentase Gage R&R (GRR). Parameter persentase Gage R&R ini memberikan petunjuk seberapa besar pengaruh Repeatability dan Reproducibility dalam suatu hasil pengukuran.
  2. Pengukuran Atribut, adalah pengukuran yang langsung memberi judgment baik atau tidak baik, Good atau NG, Pass atau Rejected. Pengukuran Atribut biasanya dilakukan dengan menggunakan panca indera, seperti visual inspection (mata), audio inspection (telinga) atau dengan menggunakan alat ukur variable lainnya seperti GONOGO, checking fixture/jig, dll. Parameter untuk memvalidasi sistem pengukuran atribut ini biasa menggunakan perhitungan Kappa. Kappa memberi indikasi konsistensi judgment tiap operator dan seberapa besar nilai kesepakatan antara beberapa operator yang diuji dalam memberi keputusan.

Kapan MSA dilakukan:

  • Ketika ada Produk baru dimana ada karakteristik pada produk baru tersebut yang belum pernah dilakukan studi MSA. Contoh: pada produk baru terdapat instruksi untuk mengukur besar sudut yang sebelumnya belum pernah dilakukan karakteristik pengukuran tersebut (mengukur besar sudut) sehingga belum pernah pula dilakukan studi MSA untuk karakteristik pengukuran itu. MSA pada phase ini bertujuan memvalidasi metode pengukuran yang telah dituangkan pada instruksi kerja dapat menghasilkan nilai yang benar.
  • Terjadi perubahan pada sistem pengukuran. Misalnya kita menganti metode/ cara ukur, mengganti type alat ukur (misalnya pengukuran dengan micrometer dirubah menjadi pengukuran dengan checking jig). MSA dilakukan untuk memastikan metode pengukuran dengan alat ukur baru tersebut sudah akurat.
  • Ketika ada inspector baru. MSA dilakukan untuk memastikan inspector baru sudah memiliki kompetensi yang baik untuk melakukan pengukuran.

Pengukuran Variable
Dalam setiap kali melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur, Nilai yang terbaca merupakan hasil kontribusi dari 2 jenis variasi, yaitu Variasi Part (PV) dan Variasi Pengukuran (R&R). Sehingga nilai yang terbaca sering disebut Variasi Total (TV).

  • Variasi part menunjukkan variasi dimensi, berat atau ukuran lainnya dari part yang berasal dari hasil proses produksi.
  • Variasi Pengukuran merupakan gabungan variasi sebaran repeatability dan reproducibility pada part tersebut.
  • Repeatability adalah besar sebaran (variasi) yang didapat dari hasil pengukuran beberapa kali pada 1 part yang dilakukan oleh 1 orang dengan menggunakan alat ukut yang sama dan pada karakteristik yang sama.
  • Reproducibility adalah besarnya variasi yang didapat dari hasil pengukuran beberapa operator yang mengukur beberpa kali karakteristik yang relatif sama pada part yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama. Besar rentangan variasi reproducibility ini adalah antara repeatability terendah dan yang terbesar dari semua operator yang diuji.
  • Total sebaran variasi pengukuran (Repeatability dan Reproducibility) merupakan besar variasi sebaran (dari yang terkecil hingga yang terbesar) dari hasil pengukuran berulang yang dilakukan oleh semua operator terhadap satu part

Capture

Dalam sistem pengukuran dikenal juga kesalahan Lokasi, antara lain :

  1. Bias, adalah Deviasi dari rata-rata variasi pengukuran terhadap nilai benar (Reference value) yang didapat dari hasil pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang lebih presisi.
  2. Stability, adalah bias antara waktu. Deviasi variasi pengukuran antar waktu pengujian.
  3. Linearity, adalah bias sepanjang range alat ukur.

Capture2

Rumusan diatas menceritakan untuk memastikan hasil pengukuran dan pembacaan pada alat ukur (Total Variasi) telah mendekati nilai aktual ukuran part yang sebenarnya (Variasi Part) maka kontribusi pengaruh dari Variasi Pengukuran harus kecil, atau dengan kata lain persentase Gage R&R (%GRR) harus kecil. Bahkan di industri automotive mensyaratkan nilai %GRR ini harus dibawah 10%, agar hasil pengukuran yang didapat atau terbaca sudah merupakan representasi dari ukuran part sebenarnya.

Pengukuran Atribut

Validasi sistem pengukuran atribut dapat dilakukan dengan metode Kappa. Dimana metode ini mensyaratkan jika nilai Efektifitas Kappa > 0,75 maka kedua operator mempunyai “Good Agreement”, namun jika nilai efektifitas Kappa < 0,40 maka kedua operator mempunyai “Poor Agreement”.

Capture3

Validasi system pengukuran dengan metode Kappa hanya memberikan indikasi  atas “Konsistensi” dan “Kesepakatan” tiap operator, tanpa melihat referensi. Sehingga masih memungkinkan kejadian bila semua operator yang konsisten dan sepakat menyatakan “Good”, namun ternyata produk tersebut “Not Good”, atau sebaliknya. Sehingga hasil ini juga harus dikomparasi dengan actual referensi produk.

Rumus perhitungan Kappa sebagai berikut:

  • Capture4Po = Jumlah perbedaan keputusan, saat operator 1 menyatakan G namun operator 2 menyatakan NG, atau sebaliknya
  • Pe = Nilai expected count

Dan Efektifitas Kappa dihitung dengan:

Capture5

Kesimpulan

Validasi Sistem Pengukuran Anda….!! Agar hasil pengukuran operator anda Terpercaya dan dapat Diandalkan. Sehingga operator anda terhindar dari perbuatan FITNAH… Produk OK dikatakan NG dan sebaliknya Produk NG dikatakan OK… Salam Improvement.

oleh: Edward Librianus, ST – Proxsis Senior Consultant

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Whoops, you're not connected to Mailchimp. You need to enter a valid Mailchimp API key.

Inquiry